Sekolah Luar
Biasa Bagian B ( Tuna Rungu )
Jika suatu saat saya diberikan kesempatan
untuk membangun sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Khususnya mereka yang
memiliki keterbatasan dalam pendengaran aku ingin sekolah menjadi tempat yang
nyaman selain rumah mereka. Aku ingin disekolah itu mereka merasa bahwa mereka
bukan anak yang memiliki keterbatasan melainkan anak-anak special pemberian
Tuhan.
A. Karakteristik anak Tunarungu
Klasifikasi
Ketunarunguan:
Umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas
dua golongan atau kelompok besar yaitu tuli dan kurang dengar.
Tuli Orang tuli adalah seseorang yang
mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi
bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai atau tidak memakai alat dengar
Kurang dengar Kurang dengar adalah seseorang
yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih
mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu dengar memungkinkan
keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Karakteristik Tunarungu:
Karakteristik anak tunarungu dalam aspek
akademik
·
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan
berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah
dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata
pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.
Karakteristik anak tunarungu dalam aspek
sosial-emosional adalah sebagai berikut:
o
Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu,
sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
o
Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal,
yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir
dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih
terpusat pada "aku/ego", sehingga kalau ada keinginan, harus selalu
dipenuhi.
o
Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan
sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya
diri.
o
Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan,
apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
o
Memiliki sifat polos, serta perasaannya
umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
o
Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai
akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan
perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang
lain.
Karakteristik tunarungu dari segi
fisik/kesehatan adalah sebagai berikut:
·
Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ
keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih
cepat; gerakan tangannya cepat/lincah; dan pernafasannya pendek; sedangkan
dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal
lainnya.
B. Metode
Pembelajaran untuk anak tuna rungu:
Metode dan Pendekatan Pengajaran Bahasa bagi
Anak Tunarungu
Perdebatan tentang cara terbaik untuk mengajar anak tunarungu berkomunikasi telah marak sejak awal abad ke-16 (Winefield, 1987). Perdebatan ini masih berlangsung, tetapi kini semakin banyak ahli yang berpendapat bahwa tidak ada satu sistem komunikasi yang baik untuk semua anak (Easterbrooks, 1997). Pilihan sistem komunikasi harus ditetapkan atas dasar individual, dengan mempertimbangkan karakteristik anak, sumber-sumber yang tersedia, dan komitmen keluarga anak terhadap metode komunikasi tertentu.
Perdebatan tentang cara terbaik untuk mengajar anak tunarungu berkomunikasi telah marak sejak awal abad ke-16 (Winefield, 1987). Perdebatan ini masih berlangsung, tetapi kini semakin banyak ahli yang berpendapat bahwa tidak ada satu sistem komunikasi yang baik untuk semua anak (Easterbrooks, 1997). Pilihan sistem komunikasi harus ditetapkan atas dasar individual, dengan mempertimbangkan karakteristik anak, sumber-sumber yang tersedia, dan komitmen keluarga anak terhadap metode komunikasi tertentu.
Metode
Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu
Terdapat tiga metode utama individu
tunarungu belajar bahasa, yaitu dengan membaca ujaran, melalui pendengaran, dan
dengan komunikasi manual, atau dengan kombinasi ketiga cara tersebut.
1)
Belajar Bahasa Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)
Membaca gerakan bibir
Orang dapat memahami pembicaraan orang lain
dengan “membaca” ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar
50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50%
lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian
belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada
bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang
dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi
pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila
ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat
membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang “tersembunyi” itu.
Jadi, orang tunarungu yang bahasanya normal
biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa,
dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca
bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara
ini (Ashman & Elkins, 1994).
Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).
Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).
Menggunakan alat gerak tubuh :
Delapan bentuk tangan yang menggambarkan
kelompok-kelompok konsonan diletakkan pada empat posisi di sekitar wajah yang
menunjukkan kelompok-kelompok bunyi vokal. Digabungkan dengan gerakan alami
bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini membuat bahasa lisan menjadi
lebih tampak (Caldwell, 1997). Cued Speech dikembangkan oleh R. Orin Cornett,
Ph.D. di Gallaudet University pada tahun 1965 66. Isyarat ini dikembangkan
sebagai respon terhadap laporan penelitian pemerintah federal AS yang tidak puas
dengan tingkat melek huruf di kalangan tunarungu lulusan sekolah menengah.
Tujuan dari pengembangan komunikasi isyarat
ini adalah untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak tunarungu dan memberi
mereka fondasi untuk keterampilan membaca dan menulis dengan bahasa yang baik
dan benar. Cued Speech telah diadaptasikan ke sekitar 60 bahasa dan dialek.
Keuntungan dari sistem isyarat ini adalah mudah dipelajari (hanya dalam waktu
18 jam), dapat dipergunakan untuk mengisyaratkan segala macam kata (termasuk kata-kata
prokem) maupun bunyi-bunyi non-bahasa. Anak tunarungu yang tumbuh dengan
menggunakan cued speech ini mampu membaca dan menulis setara dengan teman-teman
sekelasnya yang non-tunarungu (Wandel, 1989 dalam Caldwell, 1997).
2)
Belajar Bahasa Melalui Pendengaran
Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa
individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat memperoleh manfaat
dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif
bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah
cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat pendengaran yang
terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon dan speech
processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda
yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran)
di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan
secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang untuk menciptakan
rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi elektrik pada
syaraf pendengaran (Laughton, 1997).
Akan tetapi, meskipun dalam lingkungan auditer
terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali secara cukup baik oleh orang
dengan klasifikasi ketunarunguan berat untuk memungkinkannya memperoleh
gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu
terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat
sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi dengan alat
bantu dengar. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu
tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal.
Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu
tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar
yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak
berfungsi dengan baik akibat kehabisan batrai dan earmould yang tidak cocok.
C.
Pembelajaran anak tunarungu di kelas
Pembelajaran
anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum menempatkan anak
tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini dapat dipenuhi,
yaitu:
- Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak tunarungu dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang dapat menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan mampu berkomunikasi dengan baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak tunarungu mampu mengikuti pembelajaran dengan anak regular lainnya tanpa harus menjadi penonton di dalam kelas. Tanpa bahasa yang cukup anak tunarungu hanya sebagai hiasan di kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru.
- Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus memiliki guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika guru pendamping tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan bidang kajian yang sama dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi.
- Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang diberikan dapat dipahami dengan mudah.
- Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.
- Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus.
- Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus.
Jika persyaratan diatas telah dipenuhi, maka
selanjutnya pembelajaran di kelas inklusi bagi anak tunarungu dapat dilakukan.
Pembelajaran tunarungu yang paling utama dan terutama adalah pembelajaran
bahasa. Pembelajaran bahasa ini diperoleh melalui percakapan. Untuk mencapai
kepada pembelajaran yang bermakna bagi tunarungu dibutuhkan pendekatan khusus
yaitu metode maternal reflektif.(MMR).
D.
Tenaga Pendidik
Diharapkan bahwa tenaga pendidik yang menangani pembelajaran untuk
anak tuna rungu bukan hanya mereka yang tamatan S1 dari fakultas PAUD tapi juga
mereka yang berasal dari lulusan psikologi atau seorang psikolog. Tenaga
pendidik disini bukan hanya mengajar anak-anak usia pra sekolah. Namun
memberikan motivasi untuk mereka kedepannya. Selain motivasi, diharapkan tenang
pendidik bisa menemukan bakat yang dimiliki anak.
Hal yang paling dasar adalah kesabaran seorang guru mengajari
anak-anak, mampu membangkitkan semangat
anak dan tidak menyerah dalam mengajar anak. Pribadi seorang guru yang tampak
oleh seorang anak akan menjadi motivasi tersendiri untuk seorang anak karena
merasa di perhatikan.
E.
Desain kelas untuk sekolah anak berkebutuhan khusus.
Bagi anak tuna rungu yang berkebatasan untuk mendengar, diharapkan
bahwa penglihatan mereka menjadi nilai tambah bagi anak-anak special ini. Jadi
diharapakan kelas yang senyaman mungkin. Dimana anak-anak juga dapat
berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Pada dinding kelas dibuat atau
ditempel sesuatu yang dapat menjadi tambahan informasi untuknya. Seperti
gambar-gambar baru untuk menambah pengetahuannya melalui penglihatan.
bolehkan saya mengetahui judul" buku yang anda gunakan sebagai kutipan?
BalasHapusassalamualaikum, artikel sangat menambah wawasan saya sbg shaidow teacher tunarungu, jdi mnurut anda tips yg baik ktika si anak minta sesuatu dn marah ktika tdak dturuti ap ya? trimksih
BalasHapusSebagai orang tua yg mempunyai anak tuna rungu...saya sangat membutuhkan info seperti ini...tehnik pengajaran apa yg paling baik...dan kalau ada alat peraga/alat bantu yg dibutuhkan...di Palembang masih sangat kurang tenaga ahlinya
BalasHapus